Selamat datang di Hardi Susandi.Com

Jual Beli Mata Uang Perspektif Ekonomi Islam

Sunday, January 9, 20110 komentar

Jual Beli  Mata Uang Perspektif Ekonomi Islam

Dalam sistem ekonomi yang kini diberlakukan secara global, uang tidak lagi hanya berfungsi sebagai alat tukar (medium of exchange), akan tetapi juga telah menjadi komoditas yang diperjual belikan. Bahkan, beberapa data menunjukkan bahwa volume uang yang diperdagangkan dalam bursa valas terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
    Dalam Islam, pertukaran antara sesama mata uang itu dikenal dengan sebutan al-sharf. Berdasarkan beberapa hadits Nabi saw, dapat dipahami bahwa Islam membolehkan pertukaran mata uang, baik yang sejenis maupun yang berbeda. Hanya, Islam memberikan beberapa ketentuan yang tidak boleh dilanggar. Ketentuan syariat Islam berkenaan dengan pertukaran uang adalah sebagai beirkut, yakni:
    Apabila mata uangnya sejenis, semisal antara emas satu dengan emas lain, atau antara perak satu dengan perak lain, maka transaksi itu nilai barang itu harus memenuhi dua persyaratan. Pertama, harus sama (sepadan atau setara). Persyaratan ini didasarkan pada beberapa hadits Rasulullah saw, di antaranya adalah:

Emas (boleh ditukar) dengan emas secara setimbang, semisal, dan kontan. Perak (boleh ditukar dengan perak) secara setimbang, semisal, dan kontan (HR Muslim).

    Jika ada kelebihan dalam pertukaran mata uang sejenis itu, maka dapat kelebihan itu dikatagorikan sebagai riba. Rasulullah saw bersabda
Emas (boleh ditukar) dengan emas, perak (boleh ditukar dengan perak), gandum-dengan gandum, kismis dengan kismis, kurma dengan kurma, garam dengan garam, secara semisal (setimbang atau setara) dan kontan. Barang siapa menambah atau meminta tambahan, sungguh ia telah berbuat riba, baik yang mengambi atau yang memberi sama saja (HR Muslim).

    Kedua, mata uang yang dipertukarkan itu harus dibayarkan secara kontan atau tunai.  Persyaratan ini didasarkan pada hadits Nabi saw:

(Pertukaran) emas dengan perak itu termasuk riba kecuali dilakukan secara tunai (Muttafaq alaih).

    Berdasarkan ketentuan ini, pertukaran antara mata uang yang sejenis harus memenuhi dua persyaratan, yaitu: (1) setara dan (2) kontan. Oleh karenanya, rupiah dengan rupiah, semisal antara uang kertas dengan uang logam, atau uang yang masih baru dengan yang sudah kumal, harus sama nominalnya. Sebab, uang kertas yang tidak ditopang dengan emas (fiat money) nilai nominalnya sama sekali tidak berhubungan dengan nilai intrinsiknya.
    Sedangkan jika jenis mata uangnya berbeda, seperti antara emas dan perak tidak dipersyaratkan harus sama, namun tetap disyaratkan harus kontan. Persyaratan ini didasarkan pada hadits Rasulullah saw:

Rasulullah saw melarang kami untuk (menukar) perak dengan perak dan emas dengan emas, kecuali harus sama. Dan memerintah kami untuk membeli emas dengan perak sebagaimana yang yang kehendaki dan membeli emas dengan perak sebagaimana yang kami kehendaki (Muttafaq alaih). 

    Artinya, boleh saja menukar 1 gram emas dengan 10 gram perak. Jika kita terapkan ke dalam uang yang berlaku sekarang, 1 USD boleh saja ditukar dengan Rp 10.000, karena keduanya merupakan dua jenis mata uang berbeda. Namun demikian, pertukaran itu harus dilakukan secara tunai sebagaimana dinyatakan hadits di atas.
    Jika ada pertanyaan, bukankah ketentuan harus setara dan kontan yang ditetapkan dalam hadits adalah emas dan perak? Memang benar, yang secara jelas dinyatakan dalam hadits-hadits tersebut adalah emas dan perak, akan tetapi yang patut diketahui bahwa emas dan perak pada zaman Rasulullah saw berfungsi sebagai uang. Oleh karenanya, ketentuan tersebut berlaku untuk semua jenis benda yang sama-sama terkatagori sebagai mata uang.
    Ketentuan syara’ akan kebolehan adanya perbedaan nominal dalam pertukaran jenis mata uang yang berbeda amat relevan dengan realita yang ada. Sebab, pada kenyataannya, daya beli mata uang itu yang tidak sejenis itu memang berbeda. Dan dengan beragam penyebab, kemampuan daya beli masing-masing mata uang itu pun berfluktuasi setiap saat. Maka justru, tidak tepat jika diharuskan sama nomilanya.
    Hanya saja, berdasarkan ketetapan hadits-hadits di atas, pertukaran itu harus dilakukan secara tunai atau kontan. Berdasarkan ketetapan tersebut, maka beberapa model perdagangan valas yang dilakukan secara tidak tunai, seperti forward, fututere, dan option jelas termasuk transaksi yang tidak dapat dibenarkan dalam pandangan hukum Islam. Sebab, sebagaimana telah diketahui bentuk perdagangan forward merupakan nilai tukar yang dinegosiasikan sekarang untuk penyerahan pada masa yang akan datang. Adapun tenggang waktunya lebih dari dua hari hingga satu tahun.
    Khusus fututere dan option, disamping karena tidak tunai, transaksi semacam itu diharamkan karena di dalam ketentuannya uang belum diterima oleh pihak-pihak yang bertransaksi itu boleh diperjualbelikan kepada pihak lain, Berkaitan dengan hal ini, maka Rasulullah saw bersabda:

Siapa pun yang membeli makanan, maka tidak boleh baginya menjualnya hingga ia mengambil haknya dengan penuh (HR al-Bukhari).

    Dalam riwayat lain, Rasulullah saw bersabda:

Kami membeli makanan dari kendaraan dengan sistem jual-beli tanpa tibangan, lalu Rasulullah saw melarang kami menjualnya hingga kami memindahkannya dari tempatnya (HR Muslim).

    Berdasarkan hadits ini, maka seluruh benda yang mawzun (tertimbang), makil (terukur), dan ma’dud (terhitung), seperti uang, tidak boleh dijual kepada orang lain sebelum dipegang oleh pemiliknya.

Sistem Mata Uang dalam Islam
    Sekalipun secara syar’i  pertukaran antar mata uang itu diperbolehkan, bukan berarti mewabahnya pasar uang --yang didominasi transaksi derivatif-- yang  amat membahayakn perekonomian dunia  itu tidak terdapat pelanggaran hukum syara’ di sana. Ada ketentuan hukum syara’ yang dilanggar. Yakni, penggunaan uang kertas yang tidak dijamin oleh emas (fiat money).
    Sebagaimana dimaklumi, pertukaran valas itu akibat penggunaan sistem mata uang kertas (fiat money). Ketika uang yang dijadikan sebagai alat tukar (medium of exchange) tidak ditopang dengan nilai intrinsik yang setara dengan nilai nominalnya, maka nilai mata uang suatu negara akan diukur dengan nilai mata uang negara lain. Akibatnya, fluktuasi kurs merupakan konsekuensi logis yang tidak dapat dihindari. Berubah-ubahnya kurs ini akan lebih terasa dalam suatu negara yang menerapkan kurs mengambang bebas (freely floating exchange rates). Nilai tukar suatu mata uang semata-mata ditentukan oleh supplay and demand.
    Kondisi inilah yang memudahkan para spekulan valas untuk mempermainkan nilai mata uang suatu negara. Sebab, mata uang bukan hanya digunakan sebagai pelancar hubungan ekspor-impor dan hutang-piutang, namun juga dijadikan sebagai ‘komoditi’ tersendiri. Seseorang melakukan jual-beli valas (valuta asing) bukan untuk kepentingan ekspor-impor atau hutang piutang, namun untuk mencari keuntungan dari kenaikan dan penurunan nilai suatu mata uang. Maka tidak berlebihan jika dinyatakan bahwa sistem moneter itulah yang menjadi penyebab krisis ekonomi di berbagai negara.
    Sebagai solusinya, mau tidak mau, setiap negara harus merujuk kembali pada sistem keuangan yang berbasis emas,  baik dengan menggunakan mata uang logam emas itu sendiri maupun menggunakan mata uang kertas substitusi yang di-back up penuh (dapat dipertukarkan) dengan emas di bank sentral.
    Penggunaan sistem moneter berbasis emas dapat lebih menjamin stabilitas nilai tukar. Sebab, kesatuan keuangan untuk semua negara dengan sistem emas atau uang kertas substitusi yang secara sempurna dapat ditukarkan dengan emas, mengakibatkan harga tukar antara uang suatu negara dengan uang negara lain menjadi stabil. 
    Sebagai contoh, 1 Dinar Islam, adalah 4,25 gram emas; 1 pound sterling Ingirs sesuai dengan ketentuan undang-undangnya. adalah 2 gram, sedangkan Frank perancis setara dengan 1 gram emas. Dengan demikian, harga tukar atau kurs menjadi stabil. Jadi kurs pertukarannya adalah 2 dinar Islam dapat ditukar dengan 9 Frank Perancis atau 4,5 Pound Inggris.
    Dalam sistem yang berbasis emas, uang distandarkan pada satuan kestabilan dan ketetapan harganya dikenal luas. Dalam sistem ini, sebuah negara tidak bisa memperbesar (menambah) jumlah uang dengan tanpa diimbangi dengan penambahan jumlah emas. Sebab, untuk mengeluarkan atau mencetak uang dengan jumlah tertentu yang dikehendaki akan dibatasi oleh cadangan emas yang dimiliki.
    Hal ini berkebalikan sistem uang kertas yang memungkinkan suatu negara dapat dengan mudah mencetak sejumlah uang sesuai dengan yang dikehendaki ketika untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sesuatu yang secara langsung dapat mengakibatkan terjadinya kelebihan jumlah uang dan melemahnya kepercayaan terhadap satuan mata uang tertentu.     Ternyata, mata uang emas dan perak atau yang dapat dipertukarkan secara sempurna dengan emas dan inilah yang direkomendasikan oleh syara’. Dari sudut pandang Islam, mata uang tidak boleh dibuat kecuali dari emas dan perak.
    Di dalam nash-nash syara’, dapat dipahami bahwa Islam tidak menyerahkan kepada kaum muslimin untuk untuk menyatakan perkiraannyya terhadap standar kegunaan barang dan jasa dengan satuan-satuan tetap, atau berubahdan ditukar dengan sesuka hatinya. Namun Islam telah menetapkan satuan-satuan yang bisa dinyatakan oleh masyarakat untuk memperkirakan nilai-nilai barang dan tenaga dengan ketentuan yang baku, yaitu satuan-satuan tertentu, yakni emas dan perak. Ketentuan itu dapat dipahami dari beberapa hal berikut:
    Pertama, ketika Islam melarang praktik penimbunan harta (kanz al-mal), Islam hanya mengkhususkan larangan perbuatan tersebut terhadap emas dan perak. Padahal harta (mal) itu mencakup semua barang yang bisa dijadikan kekayaan. Hal ini disebabkan karena yang dikehendaki oleh QS al-Tawbah: 34  larangan menimbun uang yang merupakan alat tukar umum. Adapun menimbun selain uang tidak disebut kanz al-mal, tetapi disebut ihktikar. Oleh karena itu, ayat yang melarang menimbun emas dan perak sesungguhnya merupakan larangan menimbun uang.
    Kedua, Islam mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum yang baku dan tidak berubah-ubah. Ketika Islam mewajibkan diyat, Islam menentukan diyat tersebut dalam bentuk emas. Demikian juga ketika Islam mewajibkan hukuman potong tangan terhadap praktik pencurian, Islam menentukan ukuran-ukuran tersebut dalam bentuk emas, yakni seperempat dinar (1 dinar= 4,25 gr emas). Rasulullah saw bersabda:

Tangan itu wajib dipotong (apabila mencuri) 1/4 dinar atau lebih. (HR al-Bukhari).

    Batasan hukum-hukum tertentu dengan mempergunakan dinar, dirham, dan mitsqal itu telah menjadikan dinar --satuan emas- dan dirham --satuan perak-- merupakan satuan uang yang dipergunakan untuk mengukur nilai barang dan jasa. Jadi satuan --yang berupa uang dan emas-- inilah yang dijadikan uang, dan satuan inilah yang menjadi pijakan uang tersebut.
    Ketiga, Rasulullah saw telah menetapkan emas dan perak sebagai uang dan beliau menjadikan hanya emas dan perak sajalah sebagai standar uang. Beliau telah membuat standar uang ini dalam bentuk uqiyyah, dirham, daniq, qirath, mitsqal, dan dinar. Semuanya sudah dikenal dan sangat masyhur pada masa Rasulullah saw.
    Keempat, ketika Allah SWT mewajibkan zakat uang, Allah SWT mewajibkan zakat tersebut untuk emas dan perak, kemudian Allah SWT menentukan nishab zakat tersebut dengan nishab emas dan perak. Dengan adanya zakat emas dan perak tersebut, telah menentukan bahwa uang tersebut berupa emas dan perak.
    Kelima, hukum-hukum tentang pertukaran mata uang yang terjadi dalam transaksi uang hanya dilakukan dengan emas dan perak. Semua transaksi dalam bentuk finansial yang dinyatakan dalam Islam hanya dinyatakan dengan emas dan perak.
    Atas dasar ini, maka uang yang direkomendasikan oleh syara’ adalah emas dan perak. Dengan demikian, uang dalam Islam memiliki nilai intrinsik yang sama dengan nilai nominalnya. Dan dengan sistem mata uang inilah, goncangan moneter yang berdampak luas bagi kehidupan sosial-ekonomi-politik dapat dicegah.

Wallahu a’lam bi al-shawab.




Share this article :
 
Support : HARDI SUSANDI | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. dMaster eKonomi isLam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by hardisusandi.com
>