Lahirnya pakar ekonomi islam yang berkualitas sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat pada kondisi saat ini, secara umum pakar ekonomi islam yang ada sekarang ini masih dalam jumlah terbatas dan kualitas rendah. Kehadirannya sangat dibutuhkan karna demi masa depan indonesia bersyariah. Kita bisa melihat saat ini perekonomian di indonesia masih didominasi oleh sistem ekonomi yang kapitalistik, hal ini tentunya tejadi karna kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya penerapan sistim ekonomi islam dan juga diperparah dengan kurangnya tokoh dan pakar ekonomi islam yang benar-benar paham secara totalitas akan sistem ekonomi islam itu sendiri. Kalaupun saat ini ada yang ditokohkan sebagai pakar ekonomi islam tapi mereka hanya mengumandangkan pada tempat-tempat seminar atau pelatihan-pelatihan tidak jauh hanya sebatas lembaga keunagan syariah semisal perbankan syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah dan lembaga syariah lainnya.
sehingga tidak heran kalau pemahaman akan sistem ekonomi islam secara sempurna tidak didapat oleh masyarakat. Karna memang tidak banyak dari mereka yang ditokohkan yang membahas sistem ekonomi islam secara menyeluruh, maka wajar kalau saat ini yang berkembang hanya sebatas ekonomi syariah dalam artian yang sangat sempit (seperti sebatas lembaga keuangan syariah). memang upaya yang dilakukan seperti ini bukanlah sesuatu hal yang sia-sia, akan tetapi kita harus memahami tujuan akhir dari ekonomi syariah tersebu tidaklah hanya sebatas itu, namun jauh lebih besar, oleh karenanya agar masyarakat bisa segera memahami akan sistem ekonomi islam maka dari sekarang sosialisasi dan edukasi yang dilakukan harus secara menyeluruh dan tidak boleh hanya menjelaskan bagian-bagian yang menguntungkan saja.Kalau kita melihat mengapa pakar pakar ekonomi islam saat ini sediki, pertama tentu hal ini terjadi karena sistem sistem pendidikan tidak mendukung, sehingga mereka yang berbicara ekonomi islam saat ini tidak berasal dari latar belakang ekonomi islam dari awal, dan tidak heran kalau hasilnya juga hanya memahami ekonomi islam yang pragmatis. Kedua karna praktik ekonomi islam di indonesia belum lama, dan yang ketiga karna pembentukan pakar ekonomi islam tidak mudah, pembentukan pakar ekonomi islam harus diikuti dengan ilmu-ilmu agama yang lainnya.semisal ilmu tafsir, bahasa arab, ulumul quran dan ilmu yang pendukung lainnya.
Beberapa hal yang menjadi karakteristik pakar ekonomi islam yaitu pertama berkepribadian islam (syakhshiyah islamiyah), seharusnya dari bangku sekolah hingga kuliah mereka yang merasa menjadi pejuang ekonomi islam harus memperhatikan tingkah laku dan keperibadiannya sehari-hari. Jangan sampai seperti yang banyak kita lihat saat ini, banyak dari komunitas tertentu yang memilliki slogan untuk membumikan ekonomi syariah akan tetapi tingkah laku dan cara pergaulan antar lawan jenis tidak ubahnya seperti masyarakat yang sekuler. Disisi lain seorang yang mengaku akademisi syariah atau pakar ekonomi syariah harus senantiasa memperhatikan dari cara berpakaiannya juga harus sesuai dengan yang disyariatkan. Sehingga bisa dijadikan panutan oleh orang lain. Yang kedua pakar ekonomi islam haruslah menguasai ilmu-ilmu keislaman (tsaqofah islam), karna kita tahu isalan adalah agama yang universal dan menyeluruh maka setiap individu yang ingin memperjuangkan sistem ekonomi islam harus memiliki tsaqofah islam seperti hukum-hukum islam terkait pandangan hidup. Dan yang ketiga seorang pakar ekonomi islam harus menguasai salah satu cabang keahlian ekonomian islam (Perbankan syariah, akuntansi syariah, manajemen syariah) tujuannya agar seorang pakar ekonomi islam bisa mengetahui aplikasi ilmu ekonomi islam dan membandingkannya dengan dalil-dalil yang telah ada.
Dan jika ketiga dari karakter tersebut MEMBENTUK KEPRIBADIAN ISLAM (SYAKHSHIYAH ISLAMIYAH), MENGAJARKAN TSAQOFAH ISLAM (ILMU-ILMU KEISLAMAN), MENGAJARKAN CABANG KEAHLIAN EKONOMI ISLAM. Barulah layak dikatakan pakar ekonomi syariah. Dan insyaallah penerapan sistem ekonomi islam yang kita harapkan selama ini akan segera terwujud.
Wallahua’lam.
ĥàŕdï
Wallahua’lam.
