Selamat datang di Hardi Susandi.Com

PENYEBAB KRISIS EKONOMI

Saturday, May 15, 20100 komentar

Oleh:
Hardi susandi

Akhir-akhir ini dunia kembali di ributkan oleh krisis Yunani, dampak dari krisis yang terjadi di Yunani ini juga terasa hingga kebelahan negara lain tanpa terkecuali indonesia merasakan dampak dari krisis tersebut, meskipun tidak separa krisis yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Krisis ekonomi yang mendera negara-negara dunia ini sesungguhnya adalah sekadar bukti empirik dari ketiak adilan sistem ekonomi kapitalisme. Secara teoritik, sangatlah gamblang dimana letak kesalahan pandangan-pandangan kapitalisme. Lalu secara dampak-dampaknya juga sudah demikian nyata, hampir seluruh dunia.
    Sistem ekonomi Kapitalisme yang telah rusak sejak
asasnya sudah banyak memberikan prestasi yang berhasil memiskinkan masyrakat dan banyak bukti nyata yang bisa kita lihat. Diantaranya:
Pertama, kapitalisme melahirkan ketidaksamaan (inequality) atau kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat. Umumnya orang mengakui bahwa kapitalisme memang dapat mendorong  produktifitas yang tinggi dan memiliki kemampuan untuk  melipatgandakan kekayaan, tetapi tetap tidak dapat menghilangkan ketimpangan. Suatu negara kapitalis dapat saja makin lama makin makmur, namun kemakmuran itu tetap tidak akan mengubah perbedaan pendapatan dan mobilitas sosial dalam masyarakat.
Kedua, kapitalisme adalah sistem ekonomi yang bersifat internasional dan sudah mengkristal di hampir seluruh penjuru dunia, jadi tidak dapat berdiri sendiri dalam suatu negara tertentu. Kapitalisme internasional hanya dapat mempertahankan  hidupnya lewat eksploitasi yang dilakukan atas negara lain. Dalam kaitan ini, teori dependencia yang dikemukakan oleh para sarjana Amerika Latin membuktikan betapa negara-negara Dunia Ketiga dalam sistem kapitalisme internasional sekarang hanyalah menjadi satelit-satelit ekonomi di daerah pinggiran (periphery) yang sangat bergantung pada, dan dieksploitasi oleh, kekuatan-kekuatan kapitalis negara-negara besar.
Ketiga, demi kepentingan ekonominya, kekuatan-kekuatan kapitalis selalu bersikap double-standard. Kapitalisme, langsung atau tidak langsung, berkaitan dengan suatu sistem opresi internasional demi kelangsungan kepentingan ekonominya. Sebagai contoh, Amerika Serikat yang sering menamakan dirinya benteng demokrasi lebih sering membantu kelangsungan rejim-rejim di Dunia Ketiga yang bersikap opresif terhadap rakyatnya. Hubungan AS dengan berbagai negara Amerika Latin merupakan contoh jelas untuk hal ini. Jadi, di satu pihak Amerika sangat menghargai hak-hak asasi manusia dan etika politik, tapi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip itu tidak menjadi soal bila itu demi kepentingan ekonominya di negara lain.
Keempat, kapitalisme yang secara teoritis memberikan kesempatan sama (equality of opportunity) kepada setiap anggota masyarakat, dalam kenyataannya bersifat diskirminatif, bahkan  rasis. Hanya mereka yang dekat kepada pusat kekuasaan saja yang lebih banyak mendapatkan akses informasi, modal dan kesempatan. Diskriminasi juga berlanjut di bidang hukum. Dengan kekuatan dana yang dimiliki para pemilik modal mampu membeli hukum. Akhirnya proses hukum tidak berjalan sebagai mana mestinya atas mereka.
Kelima, semboyan kapitalisme yang berupa “berproduksi untuk dapat berproduksi lebih besar” (to produce, to produce and to produce) menyebabkan keserakahan dan berkembangnya kehidupan yang materialistik. Melimpahnya  produksi tidak lagi menjadi alat  untuk mencapai tujuan yang lebih luhur, karena ia telah menjadi tujuan itu sendiri. Akibat mementingkan produksi atas  segala-galanya itu, kapitalisme pada umumnya merusak ekologi yang seharusnya dilestarikan. Polusi udara, sungai dan lautan, sesungguhnya berasal dari semangat kapitalisme yang bernafsu menjalankan produksi tanpa batas. Kapitalisme dipandang tidak mau mengindahkan tiga unsur penting dalam kehidupan manusia, yaitu kesehatan (health), kelestarian (permanence) dan keindahan.
Keenam, sebagai konsekuensi logis dari cara berproduksi seperti dikemukakan tadi, adalah pola hidup konsumeris. Dengan kalimat lain, konsumerisme berkembang pesat di tengah masyarakat yang pada gilirannya akan melahirkan “masyarakat pembosan” (throw-away society). Manusia-manusia dalam masyarakat kapitalis tidak ada yang betah bergaul dengan barang-barangnya dalam tempo relatif lama, lantaran mereka sudah melempar barang-barangnya yang sesungguhnya masih bermanfaat dan menggantinya dengan yang masih baru. Kecenderungan ini juga menghinggapi kehidupan perkawinan mereka. Tingginya angka perceraian (throw-away marriage) diduga keras dipengaruhi oleh kehidupan mereka yang pembosan. 
Bila sistem ekonomi kapitaslisme dan sistem ekonomi sosialisme semakin menampakkan kebobrokannya dalm mengatur peekonomian dunia saat ini, maka kita selaku manusia yang waras dan memilliki akal pikiran sudah saatnya bertanya kemana lagi kita akan mengadu bila tidak kepada sistem ekonomi yang berasal dari sang pencipta alam ini, yaitu sistem ekonomi Islam.
Share this article :
 
Support : HARDI SUSANDI | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. dMaster eKonomi isLam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by hardisusandi.com
>