Selamat datang di Hardi Susandi.Com

KEBIJAKAN EKONOMI MONETER UMAR BIN KHATTAB

Friday, May 28, 20101komentar


KEBIJAKAN EKONOMI MONETER UMAR BIN KHATTAB
Kebijakan Moneter yang telah dilakukan oelh Umar bin khattab pada masa dulu telah dimulai sejak lama, malah cikal bakalnya sudah terlihat sejak zaman Rasulullah. Untuk operasi pasar, Umar telah melaksanakan sendiri tatkala memerintahkan pegawai Baitul Mall untuk zakat, jizya, Kharaj, ‘usyur dan lain-lain. Konsekwensinya pemerintah akan menyerp dinar dan dirham ke dalam kas Negara (devisa) dan dapat digunakan untuk pembiayaan fiscal.
Kebijakan moneter Umar diantaranya seperti gagasan spektakulernya tentang pembuatan uang dari kulit unta agar lebih efisien. Stabilitas nilai tukar emas dan perak terhadap
mata uang dianar dan dirham. Penetapan nilai dirham, Instrument noneter, control harga barang dipasar dan lain sebagainya.
Mengenai pencetakan uang dalam islam terjadi perbedaan pendapat. Namun riwayat yang tebanyak dan masyhur menjelaskan bahwa Malik bin Marwan-lah yang pertama mencetak dirham dan dinar dalam Islam.
Sedangkan dalam riwayat lain menyebutkan Umar yang pertam kali mencetak diraham pada masanya. Tentang hal ini Al-maqrizi mengatakan, ketika Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah dia menetapkan uang dalam kondisinya semula dan tidak terjadi perubahan satupun pada masanya hingga tahun18 H. Dalam tahun ke-6 kekhalifahannya ia mencetak dirham ala ukiran Kisra dan dengan bentuk yang serupa. Hanya saja ia menambahkan kata alhamdulillah dan dalam bagian yang lain dengan kata rasulullah dan pada bagian yang lain lagi dengan kata lailahillallah, sedangkan gambarnya adalah gambar Kisra bukan gambarnya Umar.
Namun dalam riwayat Al-Baihaqi diriwayatkan, ketika Umar melihat perbedaan antara dirham bighali dengan nilai delapan daniq, dan ada dirham thabary senilai empat daniq, diraham yamani dengan nilai satu daniq. Ketika ia melihat kerancuan itu, kemudian ia menggabungkan dirham islam yang nilainya enam dhraiq. Dan masih banyak riwayat yang lain menerangkan bahwa Umar telah mencetak mata uang islam. Hal ini juga dapat dianalogikan bahwa Umar telah mencetak mata uang islam ketika ia melontarkan berkeinginan untuk mencetak uang dari kulit unta agar lebih efisien, karena khawatir unta akan habis dikuliti maka niat itu diurungkan. Ide ini juga menjadi dasar-dasar menegement moneter.
Umar juga mengambil tanah-tanah yang tidak digarap untuk dibagikan kepada yang lain untuk digarap agar tanah itu membawa hasil.
Selain Baitul Mall Umar juga menggunakan Hisbah sebagai pengontrol pasar. Umar sendir sangat sering turun ke pasar untuk mengecek harga-harga barang agar tidak ada kecurangan. Suatu ketika Umar pernah memarahi Habib bin Balta’ah yang menjual kismis terlalu murah, maka Umar memerintahkan untuk menaikkan harga agar orang lain pun dapat melakukan jual beli7. Umar tidak pernah menahan kekayaan Negara, semuanya didistribusikan kepada rakyat sehingga peredaran uang terjadi dalam masyarakat. Umar mengawasi harga barang di pasar sehingga tidak terjadi monopoli, oligapoli dan sebagainya. Kebijakan ini merupakan upaya pelepasan uang kedalam masyarakat untuk ketersediaan modal kerja.
Semangat pengotrolan cadangan dalam kas Baitul Mall suadh mulai dieperhatikan pada masa ini. Baitul Mall mungkin lebih cocok disebut Bank Sentral atau Bank BI dalam kontek Indonesia. Baitul Mall bertugas untuk mengumpulkan, menyimpan dan menyalurkan devisa Negara. Kekeyaan itu berasal dari berbagai sumber diantaranya zakat, jizyah, kharaj, ‘usyur, khumus, fai, rikaz, pinjaman dan sebagainya.
Himbauan sebagai salah satu instrument moneter. Instrument ini lazim digunakan Umar dalam mengatrol kesetabilan ekonomi Negara. Umar mengawasi segala bentuk pembayaran keluar-masuk kas Negara. Umar sering menegur para gubernur agar kutipan kharaj, jizyah, ‘usyur dilakukan dengan benar. Umar tidak membenarkan penyiksaan atau penjara kepada orang yang memang benar tidak sanggup membayar jizyah. Hukuman boleh dilaksanakan apabila terjadi pengingkaran atau sengaja memperrlambat pembayaran. Terhadap ini Umar sangat keras.
Stiap pendapatan berupa ganimah, rikaz, fai, ‘usyur sebagian dikirim ke pusat (Madinah). Pengawasan moneter ala Umar ini sangat ketet sehingga tidak ada penimbunan uang dan barang. Selain itu Valuta asing dari Persia (dirham) dan Romawi (dinar) dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab telah menjadi alat pembayaran resmi. Sistem devisa bebas diterapkan tidak ada halangan sedikitpun mengimpor dinar atau dirham.
Lebih jauh Umar juga sudah mulai memperkenalkan transaksi tidak tunai dengan mengguanakan cek dan promissory notes. Umar juga menggunakan instrument ini untuk mempercepat distribusi barang-barang yang baru diimpor dari mesir dan madinah.
  1. KEBIJAKAN DAN INSTRUMEN FISKAL
Kekuatan fiscal suatu Negara tergantung pada kekuatan devisa yang dihasilkan. Fiskal akan berhubungan dengan kebijakan Pendapatan, Belanja, Utang dan Investasi Negara. Kekuatan sebuah Negara dapat diamati dari struktur APBN. Dalam Islam struktur arus keluar-masuk devisa sudah dikenal sejak zaman Rasulullah dan tetap dipertahankan oleh Umar dengan penyempurnaan-penyempurnaan. Penyempurnaan tidak lain terjadi karena perkembangan masyarakat islam yang luar biasa. Struktur pembiayaan fiscal dan penerimaannya pada saat itu mencakup :



Penerimaan
Pengeluaran
Zakat (Harta)
Kharaj (Pajak Tanah)
Jizyah (Pajak Jiwa)
Khumus (1/5 Ghanimah)
Usyur (Bea Cukai)
Fai (Penguasaan tanpa perlawanan)
Ghanimah / Anfal (Rampasan)
Pinjaman Sememntara (Utang)
Penyebaran Islam
Pendidikan dan kebudayaan
Pengembangan ilmu Pengetahuan
Pengembangan infrastruktur
Pembangunan Armada perang dan keamanan
Biaya Moneter (Cetak Uang)
Gaji pejabat dan Pegawai
Pengembangan ke-Qadhi-an (Kehakiman)
Pembangunan Administrasi negara
Layanan Sosial, Hadiah dan Bonus
  1. Kebijakan Fiskal
Baitul Mall adalah lembaga pengelolaan keuangan Negara sehingga kebijakan fiscal dengan jelas dapat kita pahami. Kebijakan fiscal Baitul Mall telah memberikan dampak positif terhadap tinkat investasi, penawaran agregat dan sekaligus berpengaruh kepada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Seiring dengan perluasan islam sampai ke Iraq dan Mesir maka pemasukan ghanimah, fai dan lain-lain semakin meningkat. Umar kemudian menetapkan pos-pos pemasukan seperti kharaj dari Iraq. Hal ini terjadi pada masa Umar. Umar juga yang pertma kali mentransfer pemasukan zakat dari daerah kepusat seperti yang terjadi pada Mu’az bin Jabal mengirimkan zakat dari Yaman ke Madinah dan Umar menolaknya. Walaupun pada akhirnya Umar menerimanya karena di Yaman tidak ada lagi mustahiq zakat.
Beberapa laporan tentang keberhasilan kebijakan fiscal Umar dapat kita ketahui dalam sejarah:
    • Saat itu jarang terjadi Angaran devisit. Kecuali hanya sekali pada tahun “Ramadah” kira-kira tahun ke-18 H. Saat itu terjadi terjadi kekeringan di sebagian Negara islam akan tetapi dapat diatasi dengan bantuan makanan dari wilayah lain. Lama masa “ramadah” ada yan meriwayatkan 9 bulan, 1 tahun dan ada yang mengatakan sampai 2 tahun.
    • Sistem pajak proposional (prorposional tex). Umar bin Khattab memungut pajak (Jizyah) dari penduduk Syam dan Mesir yang kaya sebesar 4 dinar dan bagi mereka yang penghidupannya menengah diambil 2 dinar sementara bagi mereka yang miskin tetapi berpenghasilan dikutip 1 dinar. Jadi pajak tidak ditentukan pun dapat memenuhi kehidupannya. Terhadap penduduk Iraq diwajibkan membayar jizyah sebesar 48 dirham bagi yang kaya, 24 dirham bagi kalangan menengah dan 12 dirham bagi kalangan miskin berpenghasilan. Lebih jelasnya dapat diperhatikan table berikut:

Klsifikasi wajib pajak
Dinar (4,25 g)
Emas (gram)
Golongan kaya
4
17,00
Golongan menengah
2
8,50
Golongan miskin berpengasilan
1
4,25

Rotasi perhitungan jizyah dalam satu tahun dimulai pada awal bulan Muharram dan ditutup ahkhir bulan Dzulhijjah, hingga selesai penarikan sebelum datangnya bulan Muharram berikutnya. Tiga bulan terakhir adalah untuk ancang dan penyempurnaan perhitungan sehingga genap satu tahun.
    • Besarnya Kharaj (pajak tanah) ditentukan berdasarkan produktifitas lahan, bukan berdasarkan zona. Produktifitas lahan diukur dari tingkat kesuburan lahandan irigasi. Jadi sangat memungkinkan dalam satu wilayah atau areal yang berdekatan akan berbeda jumlah kharaj yang akan dikeluarkan. Kebijakan ini menyebabkan pengusaha kecil yang kurang produktif masih dapat melanjutkan usahanya. Kharaj ada dua macam, yaitu Kharaj ‘Unwah (pajak paksa) kharaj ini berasal dari lahan orang kafir yang dikuasai oleh kaum muslim secara paksa (peperangan) seperti tanah di Iraq, Syam, Mesir. Umar tidak membatalkan kharaj tanah itu meskipun pemiliknya sudah masuk Islam. Kedua, Kharaj Sulhu (pajak damai) kharaj ini diambil dari tanah dimana pemiliknya telah menyerahkan diri kepada kaum muslimin (berdasarkan perjanjian) damai. Umar telah mengutus Utsman bin Hanif dan Huzaifah bin Nukman untuk melakukan pengukuran tanah-tanah gembur (hitam) dan menetapkan besar kharaj. Setelah menetapkan kriteria tanah yang wajib pajak berdasarkan jenis tanah, jenis tnanaman, proses pengelolaan dan juga hasil akhir, kemudian Umar menetapkan kharaj setiap satu jarib11 gandum basah 2 diham, setiap satu jarib kurma yang baru matang 4 dirham, 4 dirham dari satu jarib jagung basah dan 8 dirham untuk setiap satu jarib kurma kering, 6 dirham untuk setiap satu jarib tebu, anggur 10 dirham, zaitun 12 dirham.
    • Progresseve rate adalah penurunan jumlah pajak bertambahnya jumlah ternak. Hal ini akan mendorong orang untuk memperbanyak ternaknya dengan biaya yang lebih rendah.
    • Perhiungan zakat perdagangan berdasarkan besarnya keuntungan bukan atas harga jual.
    • Porsi besar untuk pembangunan infrastruktur. Umar bin Khattab mendirikan kota dagana yang besar yaitu Basrah (gerbang untuk perdagangan dengan Romawi) dan Kufah (sebgai pintu masuk perdagangan dengan Persia). Khalifah Umar juga membangun kanal dari Fustat ke Laut Merah sehingga orang yang membawa gandum ke Mesir tidak perlu lagi memakai unta karena sekarang mereka bias langsung menyeberang sungai Sinai ke Laut Merah.
    • Managamen yang baik. Penerimaan Baitul Mall pada masa Umar bin Khattab pernah mencapai 180 juta dirham. Umar juga membuat jaringan yang baik dengan Baitul Mall yang ada didaerah.

  1. Instrumen Fiskal
    • Peningkatan pendapatan dan partisifasi kerja. Umar selalu memantau pendapatan dan hak-hak pada Baitul Mall. Ia juga memantau tanah-tanah garapan agar tidak ada yang terbengkalai. Pendistribusian harta dengan cara ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan agregatif.
    • Pemungutan pajak. Kebijakan ini berhasil menciptakan stabilitas harga dan mengurang inflasi. Pada saat stagnasi, menurunnya permintaan dan penawaran agregat, pemerintah dapat mendorongnya dengan pajak Khumus. Dengan kebijakan ini harga tetap stabil dan produksi tetap berjalan.
    • Pengaturan anggaran. Pengaturan anggaran yang cermat dan proporsional menjaga keseimbangan tidak akanterjadi budget deficit malah surplus.

  1. Anggaran Pendapatan Negara
Sumber-sumber pendapatan saat itu tidak terbatas hanya pada zakat saja akan tetapi masih banyak pendapatan lain yang dapat mengisi pundi-pundi Baitul Mall. Sisi permintaan Negara saat itu adalah:
    • kharaj (pajak tanah) seperti yang telah diuraikan di atas. Yang menentukan jumlah besaran pajak adalah: karkteristik tanah (tingkat kesuburan), jenis tanaman dan irigasi
    • Zakat terkumpul dalam beberapa bentuk, ada yang berupa uang; dinar dan dirham, biji-bijian, ternak, perak dan emas. Zakat yang dibayarkan sangat berfariasi karena sumbernya berbeda-beda. Biji-bijian dari petani, ternak dari peternak dan uang, emas dari zakat perdagangan.
    • Khumus (20% atau 1/5) dari harta rampasan perang (ghanimah).
    • Jizyah adalah pajak jiwa bagi orang yang non muslim (ahluzzimmah) sebagai pengganti zakat fitrah. Besaran kewajiban diklasifikasikan menurut kualitas dan kapasitas seseorang. Semua ini ditentukan dengan baik dan benar.
    • Usyur (bea cukai) 1/10 atas barang dagangan pedagang yang melewati wilayah muslim dan ¼ saja dari 1/10 atas orang muslim.
    • Rikaz juga dikenakan 10%. Rikaz ini kadang-kadang dikelompokkan kedalam ‘Usyur, adalah barang tambang atau apa saja yang ditemukan dalam perut bumi seperti harta karun.

  1. Belanja Pemerintah
Efisiensi dan efektifitas merupakan landasan pokok dalam kebijakan pengeluaran pemerintah. Dalam Islam hal itu dipandu olehkaidah-kaidah syariah yaitu kemaslahatan dan penentuan skala prioritar. Berikut acuannya dapat kita perhatikan:
    • Pengeluaran demi pemenuhan kebutuhan hajat masyarakat banyak.
    • Pengeluaran sebagai alat retribusi kekayaan.
    • Pengeluaran yang mengarah kepada bertambahnya permintaan-permintaan efektif.
    • Pengeluaran yang berkaitan dengan investasi dan produksi.
    • Pengeluaran yang bertujuan menekan tingkat inflasi dengan kebijakan inetrvensi pasar.

Dengan demikian pada Baitul Mal sebenarnya juga dapat kita perhatikan kebijakan dalam pengalokasian belanja pada masa Umar. Pos pengeluarannya diarahkan kepada empat belas bagian:
    • Belanja kebutuhan operasional pemerintah (dar al-khalifah) termasuk upacara kemerdekaan.
    • Belanja Penunjang Wilayah (masalih ad-daulah) termasuk kebutuhan administrasi surat-menyurat.
    • Biaya pembangunan kota Basrah dan Kufah.
    • Pergantian mata uang (biaya moneter).
    • Belanja pegawai Negara.
    • Biaya utang tanggungan Negara.
    • Belanja umum yang berkaitan dengan infrastruktur (penggalian teluk)
    • Biaya fasilitas kehakiman.
    • Biaya santunan kepada kerabat rasul dan lain-lain.
    • Belanja jihad (militer, persenjataan dan lain-lain).
    • Biaya perluasan Masjid Haram dan kelambu Kiswah oleh Umar, lampu penerangan masjid.
    • Biaya penyimpanan harta zakat.
    • Biaya penjagaan dan penyimpanan harta umum.
    • Biaya pengurus urusan darurat (At-Tawary).

Urutan pembiayaan jika dilihat dari skala prioritas, pembiayaan yang berhubungan dengan kemasyarakatan dapat kita deskripsikan sebagai berikut:
Primer
Skunder
Biaya Pertahanan
Penyaluran ‘Usyur kepada mustahiq
Membayar gaji pegawai, guru, imam, qadhi, muadzin, dan pejabat Negara
Infrastruktur (gali teluk)
Biaya fasilitas kehakiman
Biaya pencetakan dirham baru (biaya moneter)
Lampu penerang Masjid
Membayar upah sukarelawan
Membayar utang Negara
Bantuan Imergensi dan musafir
Beasiswa yang belajar ke Madinah
Hiburan untuk delegasi asing, biaya perjalanan
Hadiah untuk pemerintah Negara lain (Masa rasul)
Membayar denda atas mereka yang mati terbunuh secara tidak sengaja oleh p

Share this article :

+ komentar + 1 komentar

May 30, 2010 at 4:32 AM

Saatnya reformasi sistem ekonomi

Post a Comment
 
Support : HARDI SUSANDI | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. dMaster eKonomi isLam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by hardisusandi.com
>