Selamat datang di Hardi Susandi.Com

INDONESIA KEMBALI MEMINANG IMF?

Monday, May 10, 20100 komentar

Kesepakatan Penyelesaian Krisis Dunia
Hajatan reuni Group 20 (G-20) yang berlangsung di London yang dihadiri pemimpin delapan negara maju yaitu Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman, Prancis, Jepang, Kanada, Italia dan Rusia, serta negara-negara yang ekonominya berkembang pesat seperti Cina, India, Brasil dan Saudi Arabi baru saja usai (KR. 02/04). Setelah melewati perdebatan panjang dan melelahkan, pertemuan pemimpin dunia yang tergabung dalam G-20 berhasil membuat kesepakatan yang dianggap sebagai “pil mujarab” untuk mengobati krisis ekonomi dunia.
Perkumpulan tingkat dunia ini bertujuan untuk membahas langkah-langkah yang diperlukan untuk
menanggulangi krisis ekonomi global. Negara-negara Eropa yang dipimpin Prancis dan Jerman bersikap skeptis dan bersikeras memprioritaskan pengetatan regulasi finansial global sebagai solusi terhadap krisis ekonomi global. Sementara AS dan negara-negara lain memilih stimulus fiskal untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Kucuran dana oleh lembaga-lembaga donor seperti Internatonal Monetery Fund (IMF) mulai mengalir. Bagi negara-negara maju yang perekonomiannya relatif stabil dan memiliki devisa lebih juga berusaha untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk memberikan pinjaman kepada negara-negara berkembang seperti Indonesia yang dinilai sangat prospektif dan aman dari hantaman krisis.
Keputusan solusi penyehatan ekonomi global yang diberikan oleh para pemimpin barat dinilai syarat akan kepentingan bagi negara-negara pembuat kebijakan. IMF sebagai lembaga donor internasional yang dinilai sangat merugikan bagi negara-negara berkembang ditunjuk lagi sebagai dokter dalam prosesi pengobatan ekonomi global yang sedang sakit. Track record IMF yang buram, dipastikan akan mendiagnosa dan memberikan resep yang sama buramnya. Akankah Indonesia terjerebab ke dalam lubang yang sama?

Siapa IMF?
Kehadiran IMF dimanapun jelas menimbulkan kesengsaraan rakyat, tapi kenapa negara-negara berkembang termasuk Indonesia tetap latah mempertahankan kerja sama dengan IMF? Untuk itu kita perlu memahami IMF serta latar belakang pendiriannya.
Pada tanggal 01 - 22 Juli 1944, 44 negara (diantaranya yakni AS, Inggeris, Perancis) menyelenggarakan konferensi keuangan dan moneter PBB di Bretton Woods, New Hampshire, AS. Konferensi ini melahirkan dua lembaga keuangan internasional yaitu IMF dan Bank Dunia. Spesialisasi fungsi IMF adalah menjaga sistem moneter dunia.
Akan tetapi tujuan pendirian kedua lembaga tersebut bukanlah untuk memajukan perekonomian dunia, melainkan sarat dengan kepentingan negara-negara maju yang mempelapori pendiriannya.
Presiden AS George Washington mengungkapkan merupakan suatu kegilaan bagi suatu negara yang mengharapkan pertolongan negara lain tanpa memperhatikan kepentingan negara yang membantunya. (Robert: 1970). Sedangkan presiden AS Harry S Truman menyatakan bahwa negara-negara di belahan Selatan (negara berkembang) harus melakukan pembangunan. Baginya penting saat itu untuk merebut pengaruh negara-negara berkembang dari saingannya Uni Sovyet sehingga sejak saat itu pembangunanisme digalakkan dengan mengucurkan memberikan pinjaman luar negeri (Prasetyantoko: 2001).
Dengan demikian kelahiran IMF dan Bank Dunia adalah melanjutkan neo imperialisme negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang dan miskin yang baru melepaskan diri dari penjajahan fisik. Pendirian IMF merupakan salah satu thariqah (metode) penyebaran kapitalisme ke seluruh penjuru dunia.

Program Penjajahan Penyesuaian Struktural
Amerika, IMF dan Bank Dunia mengadakan pertemuan di Washington yang menghasilkan Konsensus Washington (KW). KW sendiri pada hakikatnya merupakan suatu formula yang lebih ampuh dalam menjerat, menundukkan dan menguasai negara-negara berkembang. Formula ini berupa sebuah program yang bernama program penyesuaian struktural (struktural adjustment policy/ SAP) yang harus dilaksanakan oleh negara-negara berkembang dalam pembangunannya sebagai syarat mutlak diberikannya pinjaman luar negeri dan dalam rangka mengatasi krisis dan kelesuan ekonomi.
Program penyesuaian struktural ini meliputi liberalisasi impor dan pelaksanaan sumber-sumber keuangan secara bebas (liberalisasi keuangan), devaluasi mata uang, pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter dengan pembatasan kredit untuk rakyat, pengenaan tingkat suku bunga yang tinggi, penghapusan subsidi, peningkatan harga-harga public utilities (kebutuhan rakyat), peningkatan pajak, menekan tuntutan kenaikan upah, liberalisasi investasi terutama investasi asing dan privatisasi.
Program SAP inilah yang diterapkan IMF kepada negara-negara pasiennya di seluruh dunia. Delapan kali penandatangan Letter of Intent (LoI) oleh Indonesia dan IMF selama periode 1997-2002, merupakan implementasi SAP. Jadi Indonesia harus melaksanakan SAP yang sarat dengan kepentingan kapitalisme jika ingin mendapatkan pinjaman IMF
Dampak Utang Luar Negeri
Kalau kita simak pengalaman dan sejarah, betapa susahnya kita menentukan arah pembangunan yang di cita-cita negeri ini. Penyebabnya adalah term and condition atau syarat yang ditetapkan oleh di rentenir (negara-negara donor tersebut). Terlihat jelas adanya indikator-indikator baku yang ditetapkan oleh Negera-negara donor, seperti arah pembangunan yang ditentukan. Baik motifnya politis maupun motif ekonomi itu sendiri. Misalnya kita ketahui bahwa di dalam CGI, selama ini Amerika Serikat dan Belanda dikenal sangat vokal saat menekankan sejumlah persyaratan kepada Indonesia. Padahal, jumlah pinjaman yang mereka kucurkan tak banyak, tak sebanding dengan kevokalannya. Sialnya, AS dan Belanda mampu memprovokasi anggota CGI lainnya untuk mengajukan syarat-syarat yang membebani Indonesia.
Pada akhirnya arah pembangunan kita memang penuh kompromi dan disetir, membuat Indonesia makin terjepit dan terbelenggu dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat negara Donor. Hal ini sangat beralasan karena mereka sendiri harus menjaga, mengawasi dan memastikan bahwa pengembalian dari pinjaman tersebut plus keuntungan atas pinjaman, mampu dikembalikan. Alih-alih untuk memfokuskan pada kesejahteraan rakyat, pada akhirnya adalah konsep tersebut asal jalan pada periode kepemimpinannya, juga makin membuat rakyat terjepit karena mengembalikan pinjaman tersebut diambil dari pendapatan negara yang harusnya untuk dikembalikan kepada rakyat yaitu kekayaan negara hasil bumi dan pajak.
Sebenarnya, kalau diteliti dari pengalaman yang sudah terjadi di negara Indonesia ini, dampak yang terjadi akibat dari menerima pinjaman IMF yakni pertama, dampak langsung dari utang yaitu cicilan bunga yang makin mencekik. Kedua, dampak yang paling hakiki dari utang tersebut yaitu hilangnya kemandirian akibat keterbelengguan atas keleluasaan arah pembangunan negeri, oleh si pemberi pinjaman.

Saatnya Membangun Kemandirian Bangsa
Indonesia yang kaya akan sumberdaya alam mampu untuk berdikari. Wilayah daratan yang luas nan subur, sangat berpotensi untuk memebuhi kebutuhan pokok pangan penduduk. Suberdaya alam laut yang kaya dengan jenis ikan dan tanaman laut, akan mampu memenuhi kebutuhan protein penduduk negeri ini. Wilayah hutan yang luas dengan beraneka ragam flora dan fauna, bisa memenuhi kebutuhan bahan pokok industri kebutuhan hidup masyarakat. Sumber daya alam minyak, gas, emas, batubara dan lainnya, cukup untuk membuat rakyat bersekolah gratis hingga perguruan tinggi, bisa memberikan pelayanan kesehatan murah dan berkualitas serta membiayayai pembangunan yang merata dari Sabang sampai Merauke. Dengan demikian, maka Sumber Daya Manusia (SDM) negara ini akan memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi dan membangun negeri ini menjadi lebih bermartabat dan tidak diremehkan oleh negara lain. Saatnya Indonesia berubah menjadi negara yang mandiri dan bermartabat.
Share this article :
 
Support : HARDI SUSANDI | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. dMaster eKonomi isLam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by hardisusandi.com
>