Selamat datang di Hardi Susandi.Com

Asuransi Syariah

Monday, May 10, 20100 komentar

Kebangkitan kedua sektor keuangan syariah setelah
perbankan, dialami oleh asuransi. Itu terjadi pada
tahun 1994, ketika untuk pertama kalinya didirikan
perusahaan asuransi berlandaskan syariah di Indonesia,
melalui PT Syarikat Takaful Indonesia (STI). PT STI
sendiri memiliki dua anak perusahaan, yaitu PT
Asuransi Takaful Keluarga (ATK) dan PT Asuransi
Takaful Umum (ATU).

Dibandingkan di sejumlah negara -bahkan negara yang
mayoritas penduduknya adalah nonmuslim- keberadaan
asuransi Takaful di Indonesia terbilang terlambat. Di
Luxemburg, Geneva dan Bahamas misalnya, asuransi
Takaful sudah ada sejak tahun 1983. Sementara di

negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim,
keberadaannya sudah jauh lebih lama seperti di Sudan
(1979), Saudi Arabia (1979), Bahrain (1983), Malaysia
(1984) dan Brunei Darussalam (1992).

Hingga saat ini, PT Syarikat Takaful Indonesia masih
menjadi satu-satunya perusahaan asuransi berdasarkan
syariah. Namun demikian, ada beberapa perusahaan
asuransi konvensional yang mulai menjajaki peluncuran
produk-produknya yang berlandaskan sistem syariah.

Dibandingkan asuransi konvensional, asuransi syariah
memiliki perbedaan mendasar dalam beberapa hal.
Pertama, keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam
perusahaan asuransi syariah merupakan suatu keharusan.
Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk
serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan
dengan syariat Islam.

Kedua, prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli
(tolong-menolong). Yaitu nasabah yang satu menolong
nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan.
Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli
(jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).

Ketiga, dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan
asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan
syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah).
Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana
dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.

Keempat, premi yang terkumpul diperlakukan tetap
sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai
pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada
asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan
dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk
menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.

Kelima, untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah,
dana diambil dari rekening tabarru (dana sosial)
seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan
tolong-menolong bila ada peserta yang terkena musibah.
Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran
klaim diambil dari rekening milik perusahaan.

Keenam, keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah
selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku
pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam
asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi
milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak
memperoleh apa-apa.

PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK)
PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK), didirikan pada
tahun 1994 dengan modal dasar Rp 25 miliar dan modal
disetor Rp 9 miliar. Sebagai anak perusahaan PT
Syarikat Takaful Indonesia (STI), sebagian besar saham
PT ATK dimiliki oleh PT STI, selebihnya oleh Koperasi
Karyawan Takaful.

Pada tiga tahun pertama beroperasi, yaitu 1994, 1995
dan 1996, PT ATK mengalami kerugian kumulatif sebesar
Rp 1,383 miliar. Namun mulai tahun 1997, PT ATK mulai
berhasil membukukan laba yaitu sebesar Rp 135 juta.
Laba itu terus tumbuh pada tahun 1998 menjadi Rp 312
juta, namun menurun kembali pada 1999 menjadi Rp 221.

Kondisi ini sebetulnya relatif baik, mengingat pada
tahun-tahun itu ekonomi Indonesia tengah dilanda
krisis. Bahkan, tak sedikit perusahaan asuransi
konvensional yang kesulitan likuiditas dan akhirnya
gulung tikar.

Sedangkan pendapatannya sejak pertama berdiri terus
tumbuh. Pada tahun 1999, porsi pendapatan terbesar
masih dari premi yaitu mencapai Rp 28,552 miliar.
Pendapatan investasi mencapai Rp 1,707 miliar dan dari
sektor lainnya Rp 99 juta.

PT ATK yang berkantor pusat di Jl. DR. Saharjo,
Jakarta, hingga tahun 1999 berhasil merangkul 39.204
orang peserta individu di delapan produk individunya,
yaitu Takaful Dana Investasi, Takaful Dana Haji,
Takaful Dana Siswa, Takaful Anuitas, Takaful Anak
Asuh, Takaful Kesehatan, Takaful Al-Khairat dan
Takaful Kecelakaan Diri.

Sementara 441.573 peserta kumpulan tersebar di tujuh
produk kumpulannya, yaitu Takaful Pembiayaan, Takaful
Al-Khairat, Takaful Majelis Taklim, Takaful Kecelakaan
Diri Kumpulan, Takaful Kecelakaan Siswa, Takaful
Perjalanan Haji dan Umroh serta Takaful Wisata dan
Perjalanan.

Jajaran dewan komisaris PT ATK, dipimpin oleh Iwa
Sewaka selaku Direktur Utama PT STI. Sedangkan jajaran
dewan pengawas syariah diketuai oleh KH Ali Yafie.
Jajaran dewan direksi diisi oleh Agus Siswanto selaku
direktur utama, Basuki Agus selaku direktur
operasional, Edwin Mustafa selaku direktur keuangan
dan Syahrial Sakni selaku direktur teknik dan
aktuaria.

Mereka saat ini mengelola aset perusahaan senilai
lebih dari Rp 55 miliar. Dalam menjalankan
operasionalnya, PT ATK didukung oleh 947 orang
sumberdaya manusia yang tersebar di 31 kantor cabang.

Dengan segala potensinya, PT ATK menetapkan visi 2003,
yaitu menjadi perusahaan asuransi yang tangguh,
terkemuka, diperhitungkan dan dibanggakan oleh ummat
Islam dan masyarakat Indonesia. Untuk itu, PT ATK
menetapkan misi untuk tetap konsisten sebagai lembaga
ekonomi-keuangan syariah dan memeberi manfaat
sebesar-besarnya bagi para stakeholders.

PT Asuransi Takaful Umum
PT Asuransi Takaful Umum (ATU), didirikan pada 5 Mei
1994. Mayoritas (99 persen) saham PT ATU, dimiliki
oleh PT Syarikat Takaful Indonesia selaku induk
perusahaan. Selebihnya adalah milik Koperasi Karyawan
Takaful.

Sebagai perusahaan asuransi berdasarkan sistem
syariah, produk-produk asuransi PT ATU bebas dari tiga
unsur yang diharamkan hukumnya dalam muamalat Islam,
yaitu ketidakpastian (gharar), untung-untungan
(maisir) dan bunga (riba).

Lebih dari itu, prinsip bagi hasil (mudharobah) yang
mendasari operasi PT ATU memungkinkan para peserta
yang tak pernah mengajukan klaim -atau bahkan yang
membatalkan polis sekalipun- memperoleh keuntungan
dari bagi hasil tersebut.

Perhitungan bagi hasil antara perusahaan dengan
peserta, didasarkan pada mekanisme sebagai berikut:
kumpulan dana dari peserta diinvestasikan dengan
prinsip syariah. Hasil investasi, dibagikan kepada
perusahaan dan peserta berdasarkan suatu nisbah
tertentu, setelah dikurangi pembayaran berbagai beban
biaya (klaim dan premi reasuransi).

Berbeda dengan produk-produk PT ATK, produk asuransi
PT ATU lebih banyak berorientasi pada pengasuransian
barang. Produk-produk tersebut yaitu Takaful
Kebakaran, Takaful Kendaraan Bermotor, Takaful
Rekayasa, Takaful Pengangkutan, Takaful Rangka Kapal,
Takaful Aneka.

Dari kantor pusatnya di Arthaloka Building, Jl.
Jendral Sudirman Jakarta, PT ATU mengembangkan
usahanya melalui enam kantor cabang, masing-masing di
Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan
Balikpapan.

Saat ini, sejumlah korporat terkemuka telah tercatat
sebagai nasabah PT ATU seperti PT Krakatau Steel, PT
Pupuk Kujang, PT Telkom, PT Perusahaan Listrik Negara
serta sejumlah perusahaan swasta seperti PT Bank
Muamalat Indonesia, PT ARCO Indonesia, PT Elnusa, dan
sebagainya.

Jajaran dewan pengawas syariah PT ATU diketuai oleh
KH. Ali Yafie. Sedangkan jajaran dewan komisaris
dipimpin oleh Iwa Sewaka selaku Dirut PT Syarikat
Takaful Indonesia. Sedangkan di jajaran Direksi
terdapat nama-nama seperti Shakti Agustono Rahardjo
sebagai dirut, Muhammad Syakir Sula sebagai direktur
operasi dan Nurmansjha Lubis sebagai direktur
keuangan.n
Share this article :
 
Support : HARDI SUSANDI | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. dMaster eKonomi isLam - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by hardisusandi.com
>